7.000 Ton sampah warga Ibu Kota setiap harinya dibuang ke TPST Bantargebang, Bekasi setiap harinya. Berbagai macam sampah dapat ditemukan di sana. Para pemulung yang kemudian memilahnya untuk dicari nilai ekonomis setiap sampah.
Sampah makanan, plastik, tempat tidur, dan perabotan yang masih bisa dipakai hingga perhiasan emas pun pernah ditemukan para pemulung jika sedang beruntung. Bahkan tak jarang pula sesosok janin dan mayat bayi pun ditemukan dalam tumpukan sampah. Pengalaman tersebut pernah dialami oleh Rahmat (40). Dia menceritakan, malam hari saat dia memungut sampah menemukan kardus.
Ketika dibuka kardus tersebut, ternyata terdapat bayi kembar, berjenis kelamin perempuan yang sudah tidak bernyawa. Keadaan bayi tersebut kata Rahmat kulitnya sudah mengelupas. Kondisi bayi yang ditemukan Rahmat atau pemulung lain bermacam -macam. Kadang yang masih utuh dan ada yang sudah tidak berwujud.
"Pernah saya temuin kondisinya udah lodoh (mengembang), ukurannya sebesar botol, ya kalau pemulung langsung diurus. Langsung dimakamin," cerita Rahmat sambil mengira-ngira ukuran bayi yang ditemukan kepada merdeka.com, Sabtu (24/12).
Pemulung di TPA Bantar Gebang AFP PHOTO/Bay Ismoyo
Tetapi saat ini kata Rahmat, jika pemulung menemukan bayi atau janin agar segera melapor ke petugas di Bantargebang. Untuk dilakukan penyelidikan, petugas kata dia sudah bisa mencari mayat itu berasal dari truk sampah dari wilayah Jakarta mana. "Nanti kan bisa dilacak juga ini bayi dari bak sampah mana, truk mana, dari kelurahan mana rumah mana bisa ketahuan," kata Rahmat.
Tak hanya mayat yang ditemukan para pemulung di bukit sampah. Sisa-sisa buangan rumah tangga juga bisa jadi ladang mata pencaharian para pemulung. Bahkan tumpukan sampah yang menggunung bisa jadi ladang pencarian 'harta karun' jika mereka sedang beruntung. Uang bahkan perhiasan emas pun seringkali ditemukan.
Para pemulung pun tak jarang sering bercerita kepada Rahmat sering mendapatkan uang dan emas. Di tengah kesusahan, terkadang para pemulung di Bantargebang sering makan sisa-sisa makanan yang ditemukan dalam tumpukan sampah. Dia mengaku, selama menemukan sisa makanan dan dimakan tidak pernah keracunan. Makanan yang kadaluarsa pun tak jarang dilahapnya.
"Jadi barang yang basi itu kan panas, ya balik lagi. Kalau sampah yang basi mah enggak dimakan, dirasain dulu asem apa enggak. Kan seperti salak, jeruk," kata Rahmat sambil berseloroh.
Pemulung di TPA Bantar Gebang AFP PHOTO/Bay Ismoyo
Namun risiko menjadi pemulung lebih berat dari pada setitik nasib beruntung. Tak sedikit pemulung yang tewas tertimbun longsoran sampah yang menjulang bak gunung. Para pemulung juga tak jarang terpelanting akibat terkena alat berat. Jika tidak waspada, nyawa bisa jadi taruhannya. Bukan hanya alat berat yang menjadi ancaman. Barang pecah belah pun selalu menjadi ancaman serius mereka.
"Makanya kalau meleng risikonya nyawa. Kalau ada backhoe, belum ada sampah yang kejatuhan dari kita. Botol, beling, risikonya, kan dari mobil ngejomplang, kan sudah ada di atas depan buldoser langsung didorong. Mangkanya buldoser namanya ngedorong nggak lihat," cerita Rahmat sambil merasakan kejadian yang menimpa teman-temannya beberapa waktu lalu.
Para pemulung juga melakoni pekerjaannya hampir 24 jam. Hingga larut malam pun masih ada yang mengorek-ngorek di atas bukit tumpukan sampah. Menurut cerita Rahmat, mencari sampah di Bantargebang lebih enak di malam hari. Mereka memilih sampah hingga pukul 04.00 WIB.
"Kita bawa lampu yang di kepala. Biasa berangkat jam 4-5 sore pulang pagi kadang-kadang jam 4 subuh," kata Rahmat.
Pemulung di TPA Bantar Gebang AFP PHOTO/Bay Ismoyo
Tingginya risiko kecelakaan bagi pemulung juga tidak sebanding dengan kompensasi yang diberikan. Pemulung hanya diberi pertolongan dan tunjangan ala kadarnya. Pemulung hanya diberikan Rp 200 ribu jika terjadi kecelakaan di lapangan. Hingga paling parah, meninggal karena terkena alat pun hanya diberikan sekedarnya saja.
Tak hanya risiko yang tinggi, upah dari bos kepada pemulung pun hanya Rp 40 ribu per hari. Menurut dia, pemulung juga harus ulet dan gesit untuk mencari barang-barang bekas.
Penyakit pun tak jarang mereka rasakan. Mulai dari penyakit kulit hingga penyakit dalam. Berbagai penyakit silih berganti datang. "Udah biasa kena penyakit mah, saya udah bolak-balik rumah sakit. Penyakit tipus ya begitulah. Kita kan butuh uang jadi ya tetep tinggal di sini," kata Rahmat sambil berseloroh.
Comments
Post a Comment